Menyambut Pilkada Serentak di Kalimantan Tengah Tahun 2018

Kontribusi dari ADMIN, 05 Februari 2018 08:50, Dibaca 17 kali.


 Oleh: Hilyatul Asfia*

Problematika tindak pidana korupsi di Indonesia merupakan kejahatan yang berkategori luar biasa (extra ordinary crime). Tindak pidana korupsi terjadi pada setiap aspek termasuk  aspek birokrasi yang memiliki peluang terbesar terjadinya korupsi, terbukti dalam kurun waktu 11 tahun terakhir terdapat 64 kasus korupsi yang menyeret Kepala Daerah (Sumber : KPK).

(Baca Juga : Pelatihan Debat dan Public Speaking SMA 2024, Kadisdik Kalteng : Dorong SDM Unggul)

Tentunya permasalahan korupsi yang melibatkan seorang Kepala Daerah tidak kita inginkan terjadi diwilayah Kalimantan Tengah. Mengingat, sebentar lagi rakyat Kalimantan Tengah akan melaksanakan momentum demokrasi yakni Pilkada di Tahun 2018 yang diselenggarakan secara serentak di tiap kabupaten/ kota Kalimantan Tengah nantinya dapat melahirkan sosok pemimpin yang ideal.

Pelakasanaan pilkada merupakan aktualisasi demokrasi yang sejatinya mengandung dua dimensi penting menurut Huntington (guru besar Universitas Harvard, Amerika) yakni kompetisi dan partisipasi.

Pertama, kompetisi adalah ajang keterlibatan calon kandidat dari parpol satu dan lainnya dalam  memperebutkan jabatan politik, sehingga melahirkan berbagai bentuk manuver politik dalam upaya meraih hati suara rakyat. Di sisi lain perkembangan calon kandidat dibeberapa kab/kota Kalimantan Tengah semakin marak, hal tersebut terlahir akibat adanya Putusan MK No. 5/PUU-V/2007 tentang peluang calon perseorangan sebagai salah satu entry point selain mekanisme pencalonan melalui partai politik, serta diperbolehkannya seorang mantan narapidana mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah sebagaimana putusan MK No. 42/PUU-XIII/2015.

Kedua, partisipasi yakni keterlibatan masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya  sebagai suatu kebebasan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Aspek partisipasi tersebut perlu dipahami dalam dua bentuk yakni kuantitas dan kualitas. Secara kuantitas, jumlah pemilih harus ada pada kisaran 70% sebagai ukuran angka wajar dalam mengaktualisasikan demokrasi yang mapan berdasarkan Economist Intelligence Unit.

Pada aspek kualitas, seorang pemilih hendaknya memiliki literasi pengetahuan pemilih yang meliputi kemampuan dan kompetensi dalam memilih calon kepala daerahnya. Sebab pilihan yang tidak didasarkan atas pertimbangan yang jelas akan menghasilkan keputusan yang tidak baik pada akhirnya.

Dewasa ini, sudah sepantasnya dalam menyambut Pilkada Serentak yang akan datang, perlu adanya bentuk penguatan demokrasi lokal (daerah) melalui peran masyarakat secara internal dan pemerintah secara eksternal. Sebagai konsekuensi pemberlakuan otonomi yang telah berlaku.

Penguatan Demokrasi Lokal

Penguatan Demokrasi Lokal merupakan upaya ikhtiar untuk melahirkan sosok pemimpin daerah yang memiliki karakter integritas, profesionalisme, dan responsif terhadap segala bentuk isu problematika daerah. Bentuk penguatan demokrasi lokal tersebut diselenggarakan melalui aspek internal dan eksternal. Aspek Internal peranserta masyarakat sangat dibutuhkan, hendaknya masyarakat menghindari bentuk sikap apatis, acuh tak acuh, terhadap calon Kepala Daerahnya.

Kesadaran politik pada diri masyarakat perlu ditumbuhkembangkan. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui sosialisasi dapat berupa pendirian rumah politik sebagaimana rumah pemilu yang ada di Sumatera Utara. Selain itu, pendidikan politik terhadap pemilih pemula, kita ketahui bersama pendidikan merupakan proses penanaman nilai-nilai guna membentuk sikap dan karakter diri seseorang. Pendidikan pemilih penting dilakukan khususnya mendukung proses regenerasi kader politik, pemilih pemula kedepannya, selain itu menjadi aktor politik yang berperan sesuai dengan ruang lingkupnya masing-masing.

Pada aspek eskternal, peran partai politik hendaknya mampu bersikap secara profesional dalam melakukan aksi kampanye, sebagai wujud tindakan untuk mempengaruhi orang lain menghindari pendekatan primordialisme yakni pengunaan unsur SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dalam menarik simpatisan.

Akan tetapi, kampanye ditujukan untuk mengenalkan program kerja, visi dan misi calon tersebut. Di sisi lain, media massa mengambil peran esensial pada kontes demokrasi. Media cenderung dipergunkan oleh oknum tertentu untuk melancarkan kampanye hitam, dengan cara menjatuhkan lawan menyebarkan isu negatif atau tidak benar yang dapat mempengaruhi opini masyarakat. Sejatinya, opini masyarakat tentang sistem politik terbentuk dari proses olah media massa dalam menyajikan fakta yang ada.

Media massa memiliki kekuatan dalam membentuk keyakinan baru atau mempertahankan keyakinan yang dimiliki masyarakat. Seyogianya, media massa dapat bersikap secara netral, memiliki indpendensi, dengan memberikan sajian yang objektif, transparan tidak terpengaruh oleh pihak atau tawaran tertentu.

Berdasar latarbelakang uraian di atas, penulis bermaksud memberikan arahan terhadap masyarakat Kalteng dalam menyambut pilkada serentak melalui upaya penguatan demokrasi lokal, yang diselenggarakan melalui aspek internal dan eskternal.

Sebagai upaya membantu terselenggaranya pemillu dengan baik, meningkatkan partisipasi pemilih, kualitas pemilih serta memperkuat sistem demokrasi yakni terciptanya sinergisitas antara pemilih dan proses politik. (state and civil engagement).

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UII asal Palangka Raya

 

 

ADMIN

Merupakan salah satu kontributor di Multimedia Center Provinsi Kalimantan Tengah.

Berita Lainnya
Berita Terbaru
Radio Corner

Facebook