Bagasing/Habayang Permainan Tradisional Yang Terlupakan

Kontribusi dari Martiana Winarsih, 04 Juli 2019 14:21, Dibaca 101 kali.


MMCKalteng - Palangka Raya – Dua benda seukuran kepalan tangan orang dewasa, tampak berbenturan keras, seiring terdengar suara gemeretak “Prakkk”. Satu dari dua benda itu terlihat terbelah menjadi dua bagian akibat benturan tadi.

Sebelum terjadinya benturan, kedua benda itu awalnya masing-masing dilemparkan oleh dua orang usia remaja dewasa, dimana sebelumnya sekujur fisik benda itu terlihat dililit oleh seutas tali. (lajimnya tali jemuran).

(Baca Juga : Pemkab Gelar Rapat Antisipasi Kelangkaan BBM dan LPG)

Lalu kemudian satu dari dua orang tadi mengambil ancang-ancang dan melemparkan benda yang dililitnya tadi ke hamparan halaman yang beraspal (seperti sebuah arena mini). Benda itu berputar cepat. Tidak lama berselang satu orang lagi menyusul melemparkan benda yang dililitnya tadi ke hamparan, sehingga Nampak kedua benda yang dilemparkan saling berdekatan lalu, terjadilah benturan kuat.

Pemandangan ini adalah bagian dari lomba Bagasing pada saat saat pelaksanaan even akbar Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2019 baru-baru ini.

Bagasing atau dalam bahasa Dayak Ngaju biasa disebut “Habayang” adalah merupakan permainan tradisional yang menjadi bagian dari kearifan lokal di Provinsi Kalteng. Memang, permainan tradisional sejenis ini juga ada di daerah lainnya di Indonesia. Hanya saja dalam penyebutannya permainan tersebut masing-masing berbeda.

Bagi warga Dayak di Kalteng itu sendiri Bagasing dikenal dalam dua bentuk permainan. Seperti pemandangan awal tadi di atas biasa disebut “Batikam, dimana pemainnya ber adu kekuatan dari gasingnya masing-masing.

Pada jenis permainan gasing seperti ini, maka tidak jarang, ada gasing yang terpecah atau terbelah akibat benturan yang sangat keras. Kalaupun tidak pecah, setidaknya ada gasing yang harus keluar dari arena permainan. Jika salah satu gasing mengalami hal tersebut, maka pemiliknya atau pemainnya dianggap kalah.

Selain adu kekuatan gasing, maka permainan jenis satunya adalah bersifat ketahanan gasing. Jika gasing yang paling lama berputar, maka itulah pemenangnya. Gasing itu sendiri merupakan media dari permainan tradisional Bagasing, yang bagi warga Dayak, gasing biasa dibuat dengan menggunakan bahan dari batang pohon, diolah berbentuk kerucut sebagai tumpuan untuk berputar.

Biasanya gasing yang digunakan untuk ber-adu atau batikam biasanya disebut Gasing Balanga (bentuknya seperti Balanga/guci), sedangkan untuk ketahanan berputar, biasa disebut Gasing Pantau, gasing ini ketika permainan kerap mengeluarkan bunyi berdesing, karena daya putarnya yng kuat.

Sedangkan untuk ukuran gasing, baik Gasing Balanga maupun Gasing Pantau biasanya dibuat dengan lingkaran berdiameter 8- 9 Cm dan tinggi sekitar 7-8 Cm.

Secara umum permainan tradisional Bagasing itu sendiri bisa dilakukan oleh anak-anak hingga orangtua, baik perempuan maupun laki-laki. Dengan cara satu lawan satu, berpasangan atau berkelompok. Tergantung kesepakatan permainan.

Ketika berjalannya permainan itu sendiri, dimana ketika gasing yang perputaran lama, atau bagi gasing yang saat ber-adu lebih kuat saat permainan, maka biasa disebut raja. Sedangkan bagi gasing yang kalah disebut pembantu.

Unik dan lucu jika memperhatikan permainan ini berlangsung, dimana, jika ada gasing yang kalah, maka spontan pemainnya seolah-olah memusut-musut ataupun menekan-nekan kerucut gasing miliknya, seakan akan kondisi gasingnya kurang pas, sehingga pemain berasumsi kekurangan dari fisik gasingnya itu yang menyebabkan kekalahan.

“Bagi Suku Dayak, permainan Bagasing sudah ada sejak jaman dulu, dan menjadi kearifan lokal secara turun temurun. Terutama sering dimainkan oleh warga Dayak pada pedalama atau pelosok,”uingkap Timoteus, akademisi sekaligus pemerhati seni budaya Kalteng.

Namun, sayangnya kata dia, permainan Bagasing atau Habayang itu, kini mulai kehilangan tempat, akibat beragam permainan yang saat ini lebih mengarah pada sistem modern. “Ya, sudah mulai tergerus kemajuan zaman. Harus ada upaya pelestarian, seperti perhelatan FBIM lalu adalah langkah tepat untuk memperkenalkan permainan ini,”tukasnya.

Terlebih kata dia, jika mampu dibuat turnamen, tidak hanya antar kabupaten di Kalteng, namun bisa juga antar daerah se Kalimantan, sebab permainan tradisional yang satu ini, dikenal secara umum.

Sementara bicara sejarah dikenalnya permainan Bagasing itu sendiri beber Timoteus, lebih merupakan permainan khas daerah, selain memang menjadi permainan turun temurun, disisi lain kerap digelar manakala ada kegiatan ritual adat.

“Dulu saat orang panen padi atau panen buah, maka digelar ritual adat sebagai ucapan rasa syukur kepada yang Maha Kuasa. Pada saat itulah diselingi dengan permainan Bagasing atau Habayang ini,” tutupnya. (MC Kota Palangka Raya)

Martiana Winarsih

Merupakan salah satu kontributor di Multimedia Center Provinsi Kalimantan Tengah.

Berita Lainnya
Berita Terbaru
Radio Corner

Facebook