Seni Memahat dan Ukir Kalteng Simbol Kedekatan Dengan Alam

Kontribusi dari Martiana Winarsih, 28 Juni 2019 08:41, Dibaca 1,719 kali.


MMCKalteng - Palangka Raya – Suku Dayak Kalimantan Tengah memilki kekayaan seni budaya serta keariifan lokal yang tinggi. Kekayaan yang dimiliki itu seakan kontras dengan karakteristik alamnya. Semuanya bisa dilihat, manakala seni budaya dan kearifan lokal yang dilahirkan selalu diaplikasikan dengan alam.

Begitupun tradisi maupun ritual, semuanya terlihat sarat dengan etnis yang kental dan tidak lepas dari karakteristik alam yang khas dari kehidupan masyarakat Dayak nan sejati.

(Baca Juga : Kadisdik Kalteng Pantau USBNBK SMAN 4 Palangka Raya)

Terlepas dari itu semua, maka jangan sampai terlewatkan pula jika kita memilah mendalam kultur budaya Dayak yang begitu kental beraplikasi dengan alam dan menjadi simbol kepercayaan kuat dalam membawa peradaban orang Dayak.

Simbol itu salah satunya tergambarkan pada tiingginya seni ukiran, ornament hingga rajutan pahat dari tangan-tangan terampil seni orang Dayak. Semua itu bisa dilihat dari arsitektur bangunan rumah, peralatan rumah tangga, hinga perangkat kesenian sampai dengan simbol ritual yang sarat ukiran dan pahatan cenderung berorientasi dengan alam.

Bagi orang Dayak, maka seni ukir ataupun seni memahat menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan sebagai manifestasi dari jati diri tingginya peradaban. Hanya saja pertanyaannya, apakah semua ini bisa dipertahankan dan diwariskan secara turun temurun ?. jawabannya tentu harus dipertahankan. Simbol Dayak harus terus ditularkan sehingga tidak ditelan oleh peradaban zaman yang serba kekinian.

Saatnya kita mengapresiasi ketika pelaksanaan even akbar Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2019, dimana seni ukir dan seni memahat ini dijadikan ajang eksebisi lomba pada perhelatan tersebut, dengan tajuk Lomba Memahat Patung dan Lomba Ukir Talawang. Apa yang dilihat pada ajang ini tidak lain sebagai upaya pelestarian nilai seni dan budaya Dayak itu sendiri.

Menurut Gauri yang merupakan Stap Analisis Potensi Wisata pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalteng mengatakan, seni ukir maupun seni memahat orang Dayak, tidak bisa lepas dari bentuk alam, yaitu tumbuhan, satwa, serta bermacam-macam simbol kepercayaan.

“Saat lomba memahat dan ukir Telawang saat FBIM lalu, maka simbol yang ditonjolkan saat itu bersifat interprentatif , yakni simbol manusia dan binatang, namun mengandung makna dan filosopi,”katanya.

Semisalkan saat memahat patung atau ukir telawang berbentuk manusia, maka orang yang memahat akan persis mengetahui simbol dan makna maupun interprestasinya, sebut saja bagaimana hubungan manusia dengan alam.

Lalu ketika ada yang menggunakan simbol Naga maka interprestasinya adalah kekuatan atau fondasi bumi. Artinya masyarakat Dayak percaya bahwa Naga itu sendiri bisa menjaga mereka dari malapetaka, bencana alam dan gangguan-gangguan dari luar wilayah mereka.

Begitu pula ketika ada yang menggunakan simbol Burung Enggang, tentu interprestasinya bagi orang Dayak akan sangat banyak, karena Burung Enggang ini begitu dihargai dan dibanggakan oleh masyarakat Dayak, tidak hanya sebagai icon dalam budaya, namun Burung Enggang adalah simbol kegagahan dan keberanian.

Intinya, ketika orang Dayak memahat patung atau olah ukir simbol-simbol yang diinginkan, maka tidak lepas interprestasinya dengan alam yang terkandung di dalamnya, baik berupa hewan, tumbuhan maupun bagian alam yang dianggap suci.

Yerson Kabid Pemasaran Pariwisata pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalteng mengungkapkan, jika seni memahat dan seni ukir orang Dayak memiliki pola atau motif tersendiri, terutama tidak jauh dari khas alam. Itulah yang membedakan seni memahat dan ukir Dayak berbeda dengan cara memahat dan cara mengukit dari daerah lainnya.

“Termasuk peralatan yang digunakan dalam memahat atau mengukir lebih memilih manual, seperti kapak, pahat dan ketam biasa (manual), sehingga hasilnya lebih alami,”sebutnya.

Kata Yerson, seni memahat atau seni ukir Dayak bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.Disamping memiliki keterampilan, namun juga memiliki pemahaman akan simbol yang dibuat, termasuk pemahaman akan makna atau synopsis yang tersirat dari patung atau ukiran yang dibuat.

“Bayangkan saja saat FBIM yang lalu, untuk menyelesaikan satu patung bisa memakan waktu dua sampai tiga hari. Itupun sudah cepat, karena peserta harus sehari semalam menyelesaikan,”ujarnya.

Seni memahat atau seni ukir yang dilakukan orang Dayak itu sendiri jelas Yerson, sejatinya memanfaatkan jenis pohon atau kayu-kayu pilihan, seperti ulin, kelapapa ataupun batang pohon maupun kayu yang berserat dan memiliki keuatan seperti halnya kayu ulin.

“Dayak memiliki kekayaan seni memahat dan seni ukir yang dekat dengan alam, sehingga motif yang digunakan tak jauh dari motif tumbuhan dan satwa, serta berbagai simbol kepercayaan,”terangnya.

Ditanya perbedaan seni memahat dan seni meukir itu sendiri menurut Yerson, seni memahat adalah teknik yang membentuk benda dengan cara membuat cekungan atau tonjolan yang menghasilkan rajutan pahatan tertentu.

Sementara seni ukir adalah teknik mengolah permukaan suatu objek dengan membuat perbedaan ketinggian dari permukaan objek tersebut sehingga didapat simbol yang diharapkan.

“Orang Dayak yang terampik dalam seni memahat maupun seni ukir tentu harus memiliki sikap dan pribadi yang tekun dan ulet serta penuh kesabaran,”demikian Yerson. (MC Palangka Raya)

Martiana Winarsih

Merupakan salah satu kontributor di Multimedia Center Provinsi Kalimantan Tengah.

Berita Lainnya
Berita Terbaru
Radio Corner

Facebook