Perda Minol Harus Diimbangi Pengawasan Ketat

Kontribusi dari Martiana Winarsih, 27 Maret 2019 07:13, Dibaca 40 kali.


MMCKalteng - Palangka Raya – Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 23 tahun 2014 tentang retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol (minol).

“Perda minol ini bisa dikatakan perda ngeri-ngeri sedap, ungkap Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Palangka Raya, At Prayer, saat dibincangi, Selasa (26/3/2019).

(Baca Juga : Raih Peringkat Pertama, RSSI Pangkalan Bun Terima Penghargaan PANRB)

Kenapa demikian kata dia, disatu sisi regulasi yang diberlakukan bisa menghasilkan atau mendapatkan PAD, terutama dari retribusi, namun disatu sisi lainnya akan banyak menimbulkan riak-riak negatif akibat bebasnya penjualan miras atau minol tersebut.

“Negatifnya, kebiasaan meminum-minuman keras seolah tidak putus-putusnya. Terlebih dilihat dari segi kesehatan ataupun dari sisi moralitas akhlak dan masa depan, maka akan jelas yang namanya miras bersifat merusak,”tandasnya.

Pun demikian jelas At Prayer, kalaupun perda terkait minol ini sudah bukan lagi untuk ditabukan, maka bagaimana upaya melakukan keseimbangan agar kebebasan dalam menjalankan usaha miras tidak kebablasan. Hal ini menjadi pekerjaan berat terutama bagi pemerintah daerah dalam mengimplementasikannya.

“Untuk itu pengawasan lebih  diperketat dan penerapan aturan serta batasan-batasan penjualan minol harus ditegakkan, sebut saja penjualan minol di dekat tempat ibadah dan lembaga pendidikan tidak diperbolehkan. Ini tidak hanya sekedar menjadi aturan tertulis tetapi sungguh sungguh diterjemahkan dan diterapkan di lapangan.

Memang lanjut At Prayer, perda terkait  izin tempat penjualan minol ini di Kota Palangka Raya telah diimplementasikan, terutama bagi pelaku usaha. Namun banyak ruang atau bagian yang bisa saja tidak mengena sehingga akan berdampak pada permasalahan sosial masyarakat. Sebab itulah diperlukan pengawasan secara terukur, dengan mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya.

“Jika kita bertanya pada orang per orang, tentu pandangan dan pemikiran tidak sama, terutama dalam menterjemahkan perda yang mengatur usaha minol ini,” tandasnya lagi
Contohnya imbuh dia,  manakala perda minol ditanyakan pada pemikiran orang yang bersifat universal, maka akan dijawab, pengaturan minol boleh-boleh saja, yang mengkonsumsi tergantung individual. Namun ketika ditanya ke seseorang yang nota bene adalah pembina akhlak, tentu keberadaan usaha minol tidak memberikan manfaat.

“Hanya karena dapat duit, tapi tidak waspada dampaknya luas dan merugikan, mending dihapus saja, begitu kira-kira kesimpulan jawaban si Akhlak,” ucap At Prayer menjelaskan.

Dikatakan jika berkaca dari kota-kota besar lainnya, maka pelaku usaha minol hanya ditempatkan pada tempat-tempat tertentu saja. Apapun kadar yang diberlakukan bagi usaha minol tetap akan diberlakukan perizinan yang ketat, termasuk orang tidak sembarangan bebas membeli. (MC. Isen Mulang)

Martiana Winarsih

Merupakan salah satu kontributor di Multimedia Center Provinsi Kalimantan Tengah.

Berita Lainnya
Berita Terbaru
Radio Corner

Facebook