Sekilas Info
Kontribusi dari Anggelina Rentika Karolina, 14 Desember 2025 21:34, Dibaca 124 kali.
MMCKalteng - Banda Aceh, 13 Desember 2025 - Pemerintah mempercepat penanganan bencana di Aceh dengan memfokuskan upaya pada percepatan distribusi logistik dan pemulihan akses transportasi darat, khususnya jalan nasional dan jembatan. Langkah ini dinilai krusial untuk meningkatkan efektivitas penyaluran bantuan yang hingga kini masih bergantung pada jalur udara.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menegaskan bahwa optimalisasi jalur darat akan menjadi game changer dalam penanganan logistik kebencanaan di Aceh. Dengan terbukanya akses jalan dan jembatan, volume bantuan yang dikirim dapat meningkat signifikan, sekaligus menekan ketergantungan pada distribusi udara yang terbatas kapasitas dan cuaca.
(Baca Juga : OJK Tingkatkan Literasi Hukum dan Sinergi Penegakan Tindak Pidana Sektor Jasa Keuangan di Kalimantan Tengah)
“Fokus kita saat ini adalah distribusi logistik dan perbaikan akses transportasi, khususnya jalan nasional dan jembatan. Infrastruktur ini sangat krusial karena akan meningkatkan efektivitas distribusi bantuan yang selama ini masih dominan melalui jalur udara. Kita harapkan awal minggu depan jalur darat sudah dapat dioptimalkan sehingga tonase bantuan bisa meningkat secara signifikan,” ujar Abdul Muhari dalam konferensi pers di Pusat Informasi dan Media Center di Kantor Gubernur Aceh, Sabtu (13/12/2025).
Sejumlah titik konektivitas utama di Aceh mulai menunjukkan progres positif. Akses Jalan Nasional Pidie Jaya–Bireuen misalnya, kini telah tersambung setelah Jembatan Krueng Meureudu dibuka pada 12 Desember 2025. Meski masih dalam tahap perbaikan, jembatan tersebut sudah fungsional dan dapat dilalui kendaraan.
Sementara itu, akses Pidie–Aceh Tengah melalui Geumpang–Pameu–Simpang Uning masih terputus. Kendaraan roda empat baru dapat mencapai Kecamatan Rusip Antara, namun belum tembus hingga Takengon. Di jalur ini, tercatat tiga jembatan putus dan pekerjaan pembersihan material besar masih berlangsung.
Untuk ruas Aceh Tengah–Nagan Raya melalui Lhok Seumot–Jeuram, kendaraan roda dua sudah dapat melintas. Proses penimbunan oprit dan badan jalan terus dikebut agar akses tersebut dapat segera difungsikan penuh. Pemerintah menargetkan ruas ini rampung pada 17 Desember 2025.
Adapun akses Gayo Lues–Aceh Tenggara via Kutacane masih terputus akibat dua jembatan putus serta longsor dan amblas pada badan jalan. Penimbunan oprit dan pemasangan jembatan Bailey terus dilakukan. Satu titik kritis di STA 14+400 kini sudah terhubung dan dapat dilalui kendaraan roda dua dan roda empat.
“Perbaikan infrastruktur ini dilakukan secara kolaboratif, melibatkan aparat keamanan, dinas teknis, serta organisasi kemanusiaan, agar distribusi bantuan mulai dari makanan, obat-obatan, tenda, hingga bahan bakar dapat menjangkau wilayah terdampak lebih cepat dan aman,” ujar Abdul Muhari.
Untuk pemulihan jembatan, BNPB mencatat kemajuan signifikan pada beberapa titik. Perbaikan Jembatan Tiepin Reudeup dan Jembatan Tiupin Mane di Kabupaten Bireuen telah mencapai 90 persen. Namun, sejumlah jembatan masih terkendala cuaca, seperti Jembatan Kutabalang di Bireuen yang progresnya baru 40,7 persen, serta Jembatan Jeurata di Aceh Tengah yang masih berada pada tahap awal perbaikan.
Selain infrastruktur, pemerintah juga mulai menyiapkan pembangunan hunian sementara (huntara) bagi warga terdampak banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Penyiapan huntara dilakukan paralel dengan penanganan darurat yang masih berjalan.
Di Sumatra Barat, penanganan bahkan mulai memasuki fase pemulihan awal. Peletakan batu pertama pembangunan huntara telah dilakukan di Korong Asam Pulau, Nagari Anduring, Kabupaten Padang Pariaman, untuk 34 kepala keluarga.
“Untuk Aceh dan Sumatra Utara, kami mendorong pemerintah daerah segera mengidentifikasi lokasi huntara yang aman dan layak. Penentuan lokasi tidak boleh tergesa-gesa dan harus melalui kajian matang, terutama dari aspek hidrologis, agar tidak kembali terdampak banjir atau longsor,” tegas Abdul Muhari.
Menurutnya, pemilihan lokasi huntara yang tepat akan menjadi fondasi penting menuju hunian tetap sekaligus meminimalkan risiko bencana berulang. Penyiapan huntara ini dilakukan seiring lima fokus utama penanganan bencana, yakni pencarian dan pertolongan korban, distribusi logistik, pemulihan akses jalan, pemulihan komunikasi, serta pemulihan akses energi. (Ismadi/TR)
Merupakan salah satu kontributor di Multimedia Center Provinsi Kalimantan Tengah.