Sekilas Info
Kontribusi dari Misyuwe, 08 Februari 2018 08:45, Dibaca 6,424 kali.
MMCKalteng- Menilik kembali sejarah lampau Pers Nasional, yang memiliki peran serta dalam berjuang mempertahankan Proklamasi di Indonesia. Peran Pers Nasional tidak bisa dilupakan begitu saja, karena berperan penting dalam perjuangan bangsa ini. Aspirasi perjuangan wartawan dan pers Indonesia memperoleh wadah dan wahana yang berlingkup nasional sejak tanggal 9 Februari tahun 1946 dengan terbentuknya sebuah organisasi yang disebut Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan akan diperingati pula tahun ini pada tanggal 9 Februari 2018.
Sejarah Indonesia mencatat peran serta Pers mencapai Indonesia merdeka, wartawan Indonesia juga tercatat sebagai patriot bangsa bersama para perintis pergerakan di berbagai pelosok tanah air yang berjuang untuk menghapus penjajahan di Indonesia.
(Baca Juga : Gubernur Kalteng Sambut Kedatangan Mendagri )
Di masa pergerakan era perjuangan, wartawan menyandang dua peran sekaligus, sebagai aktivis pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional, dan juga peran sebagai aktivis politik yang melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan membangun perlawanan rakyat terhadap penjajahan, tujuan tunggal dari kedua peran tersebut yaitu mewujudkan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.
Saat itu, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diumumkan oleh Sukarno-Hatta dari rumah Pegangsaan Timur 56, Jakarta, tanggal 17 Agustus 1945. Sejak tiga hari sebelumnya, pihak Sekutu (pasukan Inggris, Amerika, Australia dan Belanda) telah menyiapkan diri untuk memasuki wilayah Indonesia dengan tujuan melucuti militer Jepang dan langsung memulihkan kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda. Guna melincinkan jalan bagi kembalinya pemerintah jajahan, Sekutu lebih dulu memerintahkan pasukan Jepang untuk mempertahankan status quo, dengan kata lain juga menolak proklamasi kemerdekaan Indonesia dan berdirinya Republik Indonesia. Akibat dari keputusan Sekutu tersebut, terjadilah sebuah bentrokan fisik besar dan kecil antara Jepang dan rakyat Indonesia di berbagai tempat.
Berdasarkan latar belakang inilah, tugas wartawan nasional adalah turut serta berjuang mempertahankan Proklamasi Indonesia. Menyusul deklarasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, wartawan-wartawan pergerakan yang tetap berkerja di pers semasa pendudukan militer Jepang segera melancarkan kegiatan pemberitaan dan penerangan mendukung Proklamasi. Mereka mengambil alih surat kabar-surat kabar dan percetakan-percetakan yang dikuasai oleh Jepang.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wartawan Indonesia masih melakukan peran ganda sebagai aktivis pers dan aktivis politik. Dalam Indonesia merdeka, kedudukan dan peranan wartawan khususnya, pers pada umumnya, mempunyai arti strategik sendiri dalam upaya berlanjut untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Surat kabar Indonesia pertama yang terbit di Jakarta adalah Berita Indonesia. Dalam susunan redaksinya tercantum Suraedi Tahsin, Sidi Mohammad Sjaaf, Rusli Amran, Suardi Tasrif dan Anas Ma’ruf. Surat kabar berikutnya adalah harian Merdeka, yang dipimpin B.M. Diah (menteri penerangan 1966), dan Rakjat di bawah pimpinan Sjamsuddin Sutan Makmur (menteri penerangan 1955) dan Rinto Alwi,
Di Aceh, Ali Hasjmy, Abdullah Arif dan Amelz juga menerbitkan surat kabar Semangat Merdeka (18 Oktober 1945). Di Medan, Pewarta Deli terbit kembali, yang dipimpin Mohammad Said dan Amarullah Ombak Lubis. Ini terjadi bulan September 1945. Kemudian Mimbar Oemoem dengan redaktur Abdul Wahab Siregar, Mohammad Saleh Umar dan M. Yunan Nasution. (bulan November). Di Medan juga terbit Sinar Deli, Buruh dan Islam Berdjuang. Di Padang terbit Pedoman Kita di bawah Jusuf Djawab dan Decha, serta Kedualatan Rakjat pimpinan Adinegoro dengan dibantu Anwar Luthan, T. Sjahril, Zuwir Djamal, Zubir Salam, Sjamsuddin Lubis, Darwis Abbas, Maisir Thaib, dan lain-lain. Di Palembang terbit Soematra Baroe dipimpin Nungcik Ar.
Di Bandung terbit surat kabar Tjahaja, namun berganti nama men jadi Soeara Merdeka dengan susunan redaksi terdiri dari Burhanuddin Ananda, Ruhdi Partaatmadja, Djamal Ali, Ace Bastaman, Hiswara Dharmaputra, Mohammad Kurdi dan Pitojo Darmosugito. Di Yogyakarta terbit Kedaulatan Rakjat dengan tim redaktur Bramono, Sumantoro, Samawi dan M. Madikin Wonohito, serta surat kabar Nasional yang dipimpin Sumanang (menteri perekonomian 1952), dibantu Moh. Supardi dan Mashud Harjakusuma. Di Surakarta terbit Merah Poetih, Lasjkar dan Banteng.
Di Surabaya terbit Soeara Asia dengan pimpinan redaksi terdiri R. Tukul Surohadinoto dan R.M. Abdul Azis. Harian Soeara Asia, seperti halnya Tjahaja Bandung, menyiarkan berita Proklamasi dalam edisi 18 Agustus 1945. Kantor berita Domei cabang Surabaya diambil alih menjadi Berita Indonesia pada 1 September 1945 dengan tim redaktur terdiri R.M. Bintarti, Bung Tomo (menteri negara 1955), Wiwiek Hidajat, Mashud Sosrojudho dan lain-lain. Atas prakarsa Abdul Azis dan Suleiman Hadi, Soeara Asia berganti nama menjadi Soeara Rakjat.
Di Ujung Pandang, waktu itu masih bernama Makassar, terbit harian Soeara Indonesia di bawah Manai Sophiaan. Di Manado terbit Menara (Desember 1945) atas prakarsa G.E. Dauhan. Di Ternate, Arnold Mononutu (menteri penerangan 1949, 1951, 1952), menerbitkan mingguan Menara Merdeka (Oktober 1945), dibantu Hassan Missouri. Di samping surat kabar-surat kabar swasta, pihak pemerintah RI menerbitkan koran sendiri, seperti Soeloeh Merdeka di Medan (Oktober 1945) yang diasuh Jahja Jakub dan Arif Lubis, serta Negara Baroe di Jakarta yang dipimpin Parada Harahap.
Peran Pers Nasional tidak bisa dipungkiri lagi, terutama dalam perjuangan bangsa Indonesia. Di era saat ini semua orang dapat memperoleh informasi tidak hanya melalui surat kabar, radio dan televisi, melainkan perkembangan Pers dalam menyiarkan informasi juga melalui media yang lebih luas dengan pemanfaatan teknologi di jejaring Internet dan aplikasi digital yang canggih tambah dengan kreativitas yang lebih menunjang penyampaian informasi, seperti mengolah informasi secara menarik dan lebih kreatif dalam menambah minat membaca dan melihat Informasi untuk dinikmati publik. (Yuwe/ Sumber Web PWI/ Foto: Net)