Jeli Kelola Media

Kontribusi dari Gusti Mahfuz, 24 Januari 2019 08:25, Dibaca 14 kali.


Ketika melihat berita tentang banjir pada kota A, gambar yang ditampilkan sudah benar berupa peristiwa banjir. Namun, setelah ditelisik ternyata gambar yang ditunjukkan kepada pemirsa adalah banjir pada kota B. Kemudian muncullah laporan tentang hoaks dari lembaga resmi yang menyatakan bahwa info gambar tersebut termasuk hoaks. Pada kenyataannya banjir di kota B itu merupakan gambar peristiwa banjir tahun lalu. Tayangan di atas menyebarkan hoaks karena pertama, membuat pemirsa salah membayangkan kondisi banjir di kota A. Kedua, menafikkan fakta banjir di kota A, walaupun keduanya benar dalam aspek tertentu yakni peristiwa banjir. Gambar pada peristiwa banjir digunakan untuk mengacu ke arah pemberian informasi yang keliru dan menyesatkan yang sengaja ditayangkan.

Untuk menyikapi berita hoaks yang terjadi pada peristiwa di atas, dapat dilakukan langkah yang tepat. Langkah berikut untuk mengurangi dampak hoaks, antara lain: 1) berhati-hati dengan judul berita atau informasi yang provokatif karena setiap judul yang memuat peristiwa itu akan menyebabkan masyarakat mudah untuk terprovokasi dengan cepat, 2) cermat dalam melihat sumber berita. Hal ini sangat penting untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar selalu melihat sumber berita tersebut terjadi pada waktu sebelumnya, atau hanya berasal dari sumber yang tidak jelas asal muasalnya, 3) periksa fakta dan keaslian sebuah berita karena berita sebagai suatu informasi yang memuat faktual dan aktual. Artinya, masyarakat diharapkan dapat melihat bahwa berita tersebut mengandung sebuah fakta yang relevan dan dengan data yang cukup. Keaslian juga merupakan hal yang penting dalam memilih berita. Masyarakat jangan mudah tertipu terhadap berita yang hanya merupakan aksi provokatif di media sosial (Ariesta, 2013).

(Baca Juga : Manfaat Wudhu Bagi Kaum Hawa)

Berlandaskan langkah-langkah di atas dapat juga diikuti dengan pendekatan literasi. Pendekatan literasi berupa gerakan anti berita hoaks kepada penonton. Literasi yang dimaksudkan adalah literasi media. Literasi media merupakan kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuk medium (Livingstone, 2003). Dengan adanya literasi media ini diharapkan pemirsa dapat memilih tontonan yang baik dan menghindari konten media yang tidak baik. Artinya lebih baik menerapkan diet media, mengatur jadwal tontonan, mengklasifikasi tontonan. Selanjutnya, pemirsa dapat membuat aturan sendiri untuk memilih media. Dalam hal ini adanya kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan konten media. Selain itu, pemirsa diharapkan mampu menyikapi isu-isu di media dan mampu menginterpretasikan konten media berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.

Sikap pembuat tayangan untuk memperoleh kembali kepercayaan pemirsa terhadap media dapat menempuh cara untuk memastikan bahwa tidak terjebak hoaks. Informasi yang didapatkan harus diverifikasi sebelum digunakan sebagai data berita. Sikap ini diambil untuk mendapatkan konten yang didapatkan terkait dengan hasil rekayasa dan modifikasi atau sebaliknya. Pembuat tayangan dapat memverifikasi gambar dengan cara, baik mengecek sudut cahaya matahari maupun cuaca di lokasi tempat gambar di ambil. Hal ini dapat menjadi acuan untuk menentukan keaslian gambar. Adanya perhatian khusus mengenai transparan sumber dan bukti gambar yang digunakan untuk menunjang berita.

Untuk mematahkan hoaks pemirsa ditantang untuk menemukan berita yang benar disertai data gambar yang tepat. Cara terbaik menghentikan penyebaran berita bohong (hoaks) melalui edukasi pemirsa. Ada berbagai kegiatan mendidik pemirsa tentang efek media berupa melek media, penyadaran media, cerdas bermedia, dan literasi informasi. Semua ini dimaksudkan untuk mengontrol penggunaan media, sehingga bernilai makin positif.(syatkmf)

Gusti Mahfuz

Merupakan salah satu kontributor di Multimedia Center Provinsi Kalimantan Tengah.

Berita Lainnya
Berita Terbaru
Radio Corner

Facebook